Perjalanan Sakral dan Mistis sang Maestro Lengger

Perjalanan Sakral dan Mistis sang Maestro Lengger

29 Nov 2018   |   By Franco Londah   |   2668 Views

Lahir di desa Somakaton, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas , Alm Dariah terlahir sebagai anak laki-laki bernama Sadam. Anak dari Ibu bernama Samini dan ayah bernama Kartameja. Profesi orang tuanya hanya petani kecil. Tidak ada tahun yang disebutkan oleh Alm Dariah, kapan pastinnya beliau dilahirkan.  Alm. Dariah pernah menyebutkan ke salah satu cucu dan keponakannya, bahwa Kakeknya pernah bercerita bahwa Alm Dariah lahir tidak lama berselang setelah  terkadinya persitiwa bersejarah Kongres Pemuda. Diperkirakan, Alm Dariah lahir pada akhir tahun 1928 atau awal tahun 1929.

Jauh Sebelum menjadi seorang maestro, tindak tanduk Dariah kecil sudah mencirikan sisi feminim dalam dirinya. Meski berjenis kelamin laki-laki, ia suka berlenggak-lenggok seperti seorang penari lengger, suka nyinden atau menembangkan lagu-lagu jawa. Kegemarana Alm Dariah dalam bidang seni, terutma menari dan menyanyi dilakukannya hampir setiap waktu. Setiap dirinya melakukan segala pekerjaan yang dilakukan sehari-hari, apapun itu.

Satu peristiwa atau pengalaman mistis pernah ia alami dan menjadi awal kisah seorang Sadam. Dariah atau Sadam kecil kerasukan indang lengger. Sadam dituntun oleh alam bawah sadarnya, tanpa sempat berpamitan kepadan orang-orang yang dicintai dan tanpa mengerti arah tujuannya kemana, Sadam pergi dari rumah tanpa berbekal apapun kecuali sedikit uang yang dimilikinya.

Sadam melangkahkan kaki diikuti kata hatinya, hal yang teringat dalah berjalan terus menuju ke arah timur mengikuti jalan beraspal jalur Banyumas - Banjarnegara, kemudia ia berbelok ke kiri arah Purbaalingga. Di sekitar daerah Bukateja, Sadam menyempatkan untuk berhenti dan diberi air minum oleh warga yang kebetulan berada disitu. Entah kemana tujuan dan entah sudah berapa hari dilewatinya, Dariah terus melangkah. Tida ada letih atau perasaan bingung anehnya, hingga sampai di sebuah pekuburan tua. Dariah melihat sebuah batu berbentuk lonjong dalam posisi berdiri (mnehir), dan arca wanita berparas cantik terbuat dari batu disitu. 

Pada waktu itu, Dariah masih belum juga tahu dimana ia berada. Dariah muda hanya memasrahkan hidup dan matinya kepada sang Hyang Maha Pencipta. Dariha muda memohon apabila memang ditakdirkan menjadi seorang lengger maka dirinya akan menerima dengan sepenuh hati hingga akhir hayat. Di tempat yang asing bagir dirinya, tidak ada niatan dalam diri Dariah untuk melakukan semedi, bertapa, tetapi suasana hatinya jauh merasa tenaang dan damai di tempat tersebut. Dariah merasa betah meski sudah berhari-hari berdiam di tempat itu. Semacam ada perlindungan dari kekuatan magis yang tidak bisa dijelaskan oleh nalar, tak terkecuali bagir Dariah.

Sudah berapa hari dan berapa malam ia lewati menempati makam tua tanpa makan dan minum, Dariah merasa tidak ada yang kurang dari dirinya. Fenomena aneh yang dialami oleh Dariah, dan menjadi persitiwa bersejarah tersebut terjadi pada masa penjajahah Jepang menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia atauu sekitar 1944 - 1945.

Cukup lama Dariah berada di tempat yag mendamaikan hatinya, sayup-sayup ia mulai mendengar percakapan orang-orang yang melewati jalan di sisi barat tempat ia bersimpuh. Dariah pun mulai paham, bahwa selama beberapa hari ke belakang ini ternyata ia sedang berada di Panembahan Ronggeng atau lengger yang menjadi tempat sakral bagi orang memohon kepada Penguasa Alam raya agar dapat menjadi seorang (penari) ronggeng.

https://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/1153548/big/034958200_1456395902-Lengger_Banyumas_dan_penari_muda.jpg
Dariah meastro Lengger Lanang dari Banyumas (Liputan6.com/Aris Andrianto)


Panembah Ronggeng merupakan tempat bersemdinya sebagian orang yang ingin menjadi ronggeng atau lengger. tempat tepat berada di desa Gantapa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas. Secara logika, Dariah telah berjalan berputar mengelilingi tiga kabupaten, yakni Kabupaten Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga - sebelum akhirnya kembali ke wilayah kabupaten Banyumas di lokasi Panembahan Ronggeng.

Setelah Dariah merasa keberadaannya di Panembahan Ronggeng sudah cukup dan hal apa yang harus dilakukan,  hal selanjutnya yang ia lakukan adalah melakukan perjalanan pulang. Meski untuk menuju ke tempat tinggal di desa Somakaton, Dariah tidak tahu arah jalan mana yang benar untuk dilalui.

Sepanjang perjalanan pulang, Dariah banyak bertanya kepada setiap orang yang ia jumpai. Sampai pada akhirnya Dariah tiba di kota Purwokerto, di kota inilah Dariah membelanjakan semua bekal uang untuk membeli semua perlengkapan yang dibutuhkan oleh seorang lengger dalam pementasan. Dariah yang berambut pendek, membeli satu buah gelung brongsong (konde yang dilengkapi semacam ikat kepala agar memudahkan untuk memakainya di kepala). Dariah juga membeli kemben (kain penutup dada untuk perempuan), sampur, kain dan keperluan lain penari lengger.

Barang-barang hasil belanjaan yang dipersiapkan untuk perlengkapan lengger lalu dibawanya pulang. Dengan berjalan kaki akhirnya Dariah sampai  kembali ke tanah kelahirannya - desa Somakaton.

Bersambung ke bagian tiga

Oleh Franco Londah

Foto Istimewa

Tags :