Coklatkita.com - Apa ada dibenak kamu Sobat ketika mendengar kata buaya? tentunya yang terbayang adalah hewan predator buas yang juga kerap jadi simbol dari beberapa hal negatif seperti “buaya judi”, “buaya mabuk” (pemabuk) hingga yang paling sering kita dengar adalah “lelaki buaya” atau “buaya darat” yang sering diartikan sebagai mata keranjang maupun tukang selingkuh.
Namun, pada kenyataanya pandangan atau simbolisasi buaya terhadap konontasi yang negatif ini, baru hadir pada era moderen saat ini Sobat Coklat. Kalo kita lihat dari segi budaya, nyatanya adat betawi sudah sejak ratusan tahun lalu menyimbolkan buaya sebagai lambang dari kesetiaan, kemapanan hingga kesabaran Sobat.
Karena pada kenyataanya buaya memang hanya melakukan perkawinan dengan satu pasangan saja. Hingga buaya sebagai simbol kesetiaan hadir dalam bentuk roti buaya disetiap pernikahan adat Betawi Sobat.
Hal tersebut pun tidak terlepas dari peran bangsa Eropa yang datang ke Indonesia Sobat. Jika orang Eropa menjadikan bunga sebagai lambang kasih sayang, masyarakat Betawi melihat roti buaya dengan segala makna dan harapan didalamnya sebagai simbol cinta dan kesetiaan.
Dalam pernikahan adat Betawi, roti buaya dibuat sepasang dengan ukuran yang berbeda, yang besar menyimbolkan sang mempelai pria dan yang lebih kecil sebagai mempelai wanita serta diletakan diatas punggung atau disamping dari yang lebih besarnya Sobat.
Awalnya roti buaya dibuat dengan tekstur yang keras dan sengaja dibiarkan supaya membusuk, hal ini menyimbolkan bahwa pasangan yang menikah langgeng hingga akhir hayat. Namun, seiring dengan perubahan zaman, kini roti buaya dibuat dengan tekstur yang lebih lembut dan dapat dimakan bahkan dibagikan pada kerabat yang belum menikah dengan harapan dapat segera menyusul kedua mempelai untuk menikah Sobat.