Coklatkita.com - Sapeh menurut pandangan orang Dayak, merupakan instrument musik yang fungsinya untuk menyatakan keluh kesah perasaan. Perasaan riang gembira, rasa sayang atau cinta, kerinduan, hingga rasa duka penuh nestapa. Pada zaman dahulu kala, ketika sapeh dimainkan pada waktu siang hari umumny menandakan perasaan gembira atau sukacita. Namun, apabila sapeh dimainkan di waktu malam hari, biasanya bunyi yang dihasilkan berirama sendu, nada syahdu penuh kesedihan.
Terdapat pula sebuah ungkapan mengenai sapeh yang termuat dalam Tekuak Lawe, sastra lisan yang diwariskan turun temurun dari generasi awal tradisi masyarakat Dayak, terkhusus suku Dayak Kanyaan dan Kenyah. Ungkapan tersebut berbunyi seperti ini, “sape benutah tulaang to'awah itu secara har’ah” yang dapat diartikan bahwa sape mampu meremukkan tulang belulang arwah penasaran atau hantu yang bergentayangan. Sebuah kalimat kiasan yang menyatakan bahwa suara yang dihasilkan alat music sapeh, mampu membuat orang yang mendengarkan merinding hingga menyentuh tulang atau perasaan. Bagi para tetua adat Dayak di zaman dulu, keyakinan akan kesakralan sapeh memang betul bisa dirasakan karena suasana pedesaan, nuansa, dan budaya adat pada saat itu masih sangat kental.
Sampai berita tentang alat music sape ini sobat coklat baca, kepercayaan masyrakat suku Dayak baik yang masih berpegang teguh budaya tradisional maupun modern, tuah akan Sapeh masih diyakini oleh para sesepuh suku Dayak dan keturunannya terutama dalam kesakralan ketika dimainkan dalam suatu prosesi upacara adat. Pertama kali bunyi petikan sapeh terdengar, seakan terhipnotis –seluruh orang akan terdiam. Lalu terdengar sayup-sayup lantunan doa atau sebuts aja mantra yang dibaca bersamaan. Tak jarang dalam suasana seperti ini, sering sekali kejadian mistis terjadi. Sebagai contoh, beberapa pengunjung yang hadir dalam prosesi tersebut kerasukan roh halus atau roh leluhur dalam kepercayaan suku Dayak.
Bersambung