Tradisi Pemakaman Kuno Suku Minahasa

Tradisi Pemakaman Kuno Suku Minahasa

11 Jul 2019   |   By Franco Londah   |   3587 Views

Coklattkita.com - Suatu tradisi yang ada di suatu daerah tentu telah menjadi suatu hal yang perlu dilakukan dan menjadi kebiasaan dari nenek moyang dan Indonesia memiliki keanekaragaman suku dan ras. Keanekaragaman tersebut membuat setiap suku dan ras mempunyai tradisi masing-masing. Salah satunya ritual dan tradisi saat memakamkan orang yang meninggal. Setiap tradisi yang ada di daerah ini selalu memberikan unsur simbolik atau makna tersendiri dan sama seperti halnya tradisi pemakaman yang ada di Suku Minahasa.

Salah satunya Suku Minahasa di Sulawesi Utara – Menado yang memiliki tradisi pemakaman jenazah unik, kuno, dan sudah dimulai sejak abad ke-9. Keunikannya terlahir dari kepercayaan yang melambangkan keadaan suci dan membawa kebaikan serta menandakan bahwa nenek moyang suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Posisi orang yang telah meninggal menghadap keutara lalu ditekuk bagian tumit kakinya sehingga menempel pada bagian bokong seperti orang sedang duduk dan kepala yang mencium lutut. Orang yang telah meninggal tersebut dikubur dalam sebuah bangunan batu yang disebut waruga berasal dari dua kata yaitu waru, artinya rumah, dan raga, artinya badan, dalam bahasa Minahasa. Jadi waruga merupakan rumah tempat badan jasmani orang yang telah meninggalakan kembali kesurga, kepangkuan sang Maha Pencipta. Cerita rakyat yang muncul kemudian, konon katanya jenazah-jenazah yang telah di makamkan di waruga ini akan berubah sendirinya menjadi abu secara alami tanpa ada proses kremasi.

Menurut sebuah cerita sejarah, waruga Ini pertama kali digunakan oleh orang Minahasa di abad ke IX Masehi yaitu sekitar tahun 1860,  dan pada umumnya saat itu pemakaman ini dilarang oleh warga Belanda karena mereka khawatir jika seseorang yang dikuburakan membawa penyakit-penyakit tersebut dan akan merembes dari celah batu dari waruga, akan tetapi hingga saat ini tradisi penguburan mayat di waruga ini tetap terjaga dan dilestarikan di masyarakat Minahasa,  hingga saat ini pun ada sebuah taman yang menjadi sejarah favorit para pendatang terdahulu yang mengubur mayat yang meninggal di waruga dan di sekitar Taman tersebut.

Waruga dahulu digunakan sebagai tempat pemakaman keluarga yang ditempatkan di pekarangan atau di kolong rumah. Namun, tidak semua orang Minahasa Utara memiliki waruga. Hanya orang-orang yang mempunyai status sosial yang cukup tinggi saja yang memilikinya. Itu pun jumlahnya tidak terlalu banyak. Menurut catatan, di seluruh daerah Minahasa bagian utara, termasuk Kodya Manado, hanya terdapat sekitar 2.000 buah waruga yang tersebar di beberapa tempat seperti: Sawangan 142 buah, Air madidi Bawah 155 buah, Kema 14 buah, Kaima 9 buah, Tanggari 14 buah, Woloan 19 buah, dan Tondano 40 buah.


Beberapa dari jejak maha karya tradisi zaman Megalitikum tersebut bias ditemui di Taman Purbakala Waruga Sawangan. Taman yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Utara ini, sekarang menjadi destinasi wisata sejarah favorit para pendatang baik local maupun luar negeri. Di taman ini, sedikitnya terdapat 142 Waruga yang bias ditemui. Menurut catatan sejarah, Waruga mulai digunakan oleh orang Minahasa pada abad ke IX. Namun sekitar tahun 1860, kebiasaan mengubur dalam Waruga mulai dilarang oleh Belanda. Sebab saat itu mulai berkembang wabah pes, tipus dan kolera. Maka muncul kekhawatiran apabila orang yang dikubur membawa penyakit, maka penyakit akan menyebar melalui rembesan dari celah  kotak Waruga.

Waruga pada umumnya berupa kotak batu dengan bagian atap genting yang berbentuk segitiga. Selain segita, bentuk bulat dan segi delapan juga ditemui, meski jumlahnya tidak banyak. Waruga dibuat dari batu-batu gunung sehingga kokoh. Berat dari batu gunung sendiri mencapai angka 100 hingga 400 kg dalam kondisi utuh dan besar pula. Beberapa waruga, terutama yang berasal dari daerah Tonsea diberi semacam ukiran yang menggambarkan bahwa hiasan-hiasan tersebut adalah penggambaran profesi semasa hidup orang yang sudah meninggal tersebut. Sebagai contoh, ukiran waruga terdapat bentuk binatang maka bisa dipastikan profesi orang dikubur di dalamnya adalah seorang pemburu. Sedangkan ukiran sosok orang yang sedang bermusyawarah, menceritakan profesi orang yang dikuburkan adalah seorang Dotu Tangkudu atau hakim.

 

Sumberlansiran :

http://masbei.com/tradisi-pemakaman-oleh-suku-minahasa/

https://merahputih.com › Indonesiaku

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2015/09/17/pemakaman-dengan-posisi-berjongkok-ini-hanya-ada-di-minahasa

Foto : Steemit, indonesiakaya.com, Bumi Nusantara, Travel - Tempo.co, traveltodayindonesia.com, Art, Sport, And Science, soleman.com

Tags :