Setelah puluhan tahun tidak difungsikan sebagai gedung pertunjukkan bioskop, Gedung Majestic mengalami beberapa peristiwa dan pasang surut. Gedung bioskop itu pernah terbengkalai dan sempat terabaikan, namun pada tahun 2002 Majestic direvitalisasi menjadi sebuah gedung pertemuan dan berganti nama menjadi Asia Afrika Cultural Centre (AACC).
Sering kali gedung Majestic dijadikan tempat konser musik, karena kurangnya fasilitas untuk mengadakan pertunjukkan musik di Bandung saat itu, hingga catatan kelam pada tahun 2008, dimana tragedy konser musik metal peluncuran album perdana salah satu grup music ekstrim – Beside asal kota Bandung yang diakibatkan oleh kurangnya antisipasi sehingga menelan korban jiwa sepuluh orang akibat berdesak-desakkan. Gedung Majestic kembali mati suri setelah kejadian pilu yang mengagetkan banyak pihak ini.
Hingga akhirnya, pengelolaan diambil alih kembali oleh PD Jasa dan Kepariwisataan Pemkot Bandung pada tahun 2017, pelan tapi pasti aktifitas di Gedung Majestic kembali berdenyut dengan menyandang nama baru, De Majestic.
Konsepnya pun dirubah dengan mengutamakan sebagai gedung pertunjukkan, De Majestic diproyeksikan menjadi broadway-nya kota Bandung. Fungsinya sejak resmi berganti nama, lebih sering dipakai untuk menggelar seni Sunda. Meski begitu, De Majestic pun terbuka untuk kegiatan umum lainnya yang sesuai dengan perda serta aturan yang dibuat Pemkot Bandung menyoal penggunaan fasilitas ruang public dengan ketentuan tertentu. Sebagai contoh acara untuk melangsungkan pernikahan. Pameran seni atau lokakarya.
Ragam aktivitas yang ada di sekitar De Majestic juga semakin terasa berkat ‘Café Majestic yang berada tepat di samping gedung utama, dimana para pengunjung dapat mengakses kebagian teras gedung dimana terpajang proyektor film buatan tahun 1932. Di bawah naungan Dinas Budaya dan Pariwisata kota Bandung sempat pula gedung bioskop dijadikan sebagai kantor, namun karena tidak sesuai penggunaanya, akhirnya dicabut kermbali.
Mirip kaleng biskuit
Gedung Majestic berdiripada 1925, diarsiteki oleh Prof. Ir. Charles P. Wolff Schoemaker pada tahun 1924, arsitek yang juga merancang Gedung Landmark Braga, Masjid Raya Cipaganti dan masih banyak gedung cagar budaya hasil cipta karya dosen dari Bung Karno tersebut. Salah satu kesamaan pada dua bangunan tersebut terletak pada hiasan pada bagian atas kedua bangunan. Ia menggunakan aliran Indo Europeeschen Architectuur Stijl yang menggabungkan elemen arsitektur tradisional dengan teknik konstruksi modern dari barat. Ini terlihat dari seni ukiran dan ornamen barong yang terpampang di muka gedung.
Bangunannya mengandung garis-garis vertical dan horizontal. Namun, cirri khas yang paling menonjol dari gedung ini adalah bentuknya yang seperti kaleng biskuit.
Saat itu sebagian besar masyarakat sempat menjuluki bioskop ini sebagai blikkentrommel, yang dalam bahasa Indonesia berarti kaleng timah atau disebut juga kaleng biskuit.
Meski telah beberapa kali mengalami renovasi, Gedung Majestic masih tampak seperti awal dibangun. Bagian dalam pun masih terkesan lawas, terutama balkon setengah lingkaran yang dulu kerap digunakan oleh penonton dengan tiket kelas satu.***
Tagar
#ngalingkung
#sejarahgedungmajestic
#demajesticbandoeng
#filmnasional
#jelajahsejarahindonesia
#melancongkebandung
#bangunansejarah
#artdeco
#wolffschoemaker
#bungkarno
#loetongkasaroeng
#jawabarat
#bandung
#khas
Sumbertulisan :
https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/